Egbert Pos, lelaki asal Belanda ini memang luar biasa. Sejak berapa tahun lalu, ia tertarik memanfaatkan kayu limbah sebagai bahan baku bagi karya-karya-nya. Berawal dari panel finger joint, karya-karyanya pun kian berkembang. Dari tangannya lahir kayu panel kubik 3 dimensi dan kursi duduk yang keseluruhannya menggunakan stick kayu limbah. Bahkan sejumlah meja yang menggunakan bekas balas kereta api dan kayu yang sudah membusuk. Ia juga menjadi inventor bagi invicible hinges yang digunakan dalam mewujudkan karyanya. Menurutnya, seorang desainer tak cukup bisa menggambar tapi juga harus menjadi master of the future problem. Ia harus menemukan solusi agar gagasannya bisa teralisir. Jika tidak maka desain sehebat apapun hanyalah sebatas gambar. Di matanya, sebuah desain yang bagus haruslah bisa menjual. “Good design sells well,”ungkapnya saat diwawancarai redaksi WoodMag di Jepara, awal Juni lalu. Ikuti petikan perbicangannya di bawah ini.
WoodMag: Sejak kapan terpikir untuk memanfaatkan kayu limbah?
Egbert Pos: Pemanfaatan kayu limbah dipicu dengan banyak truk yang membawa limbah kayu ke luar Jepara. Jumlahnya mungkin lebih dari seratus truk seharinya. Daripada menjadi kayu bakar untuk pembuatan genteng, lebih baik dimanfaatkan untuk pembuatan mebel. Awalnya kami membuat mebel dari limbah kayu dengan mitra dari Cepu, namun karena tidak bisa diandalkan maka diputuskan untuk membuatnya di sini.
WoodMag: Saat itu apa yang diproduksi?
Egbert Pos: Yang diproduksi adalah panel finger joint, lalu dibuat kubik untuk pembuatan meja dan lemari. Produk ini bisa dijual hingga ribuan item. Just simple cubics. Setelah itu diproduksi macam-macam dengan menggunakan material itu.
WoodMag: Kalau kursi.........
Egbert Pos: Itu merupakan variasi dari kursi yang telah ada. Saya membuatnya terlihat berbeda dari yang telah ada, dan harus ada derajat perbedaan yang besar. Fungsinya tetap sebagai kursi. Namun bisa dibuat terlihat lebih modern, menggunakan bahan baku yang berbeda. Putting different line, membuatnya lebih nyaman atau lebih kokoh. Untuk mendesainnya diperlukan waktu 3 menit, tapi sesudah itu harus melalui tahapan produksi yang panjang untuk bisa mewujudkannya.
WoodMag: Total waktu yang dihabiskan untuk mewujudkan desain sebuah kursi?
Egbert Pos: Bergantung pada jenis dan kerumitannya, tapi secara umum mendesain kursi jauh lebih sulit dibanding dengan meja. Untuk membuat sebuah kursi yang well selling jauh lebih rumit dalam perencanaan dibanding dengan sebuah meja yang look nice.
WoodMag: Bisa dijelaskan soal definisi ‘look nice chair’?
Egbert Pos: Kalau mendefinisikan suatu produk kursi yang look nice atau tidak, sebenarnya sulit sekali mengatakannya secara pasti. Kursi A bisa dibilang look nice tapi justru sulit menjualnya dibanding kursi B yang tidak look nice. Saking look nice, siapapun di sini mulai mengcopy dan ikut menjualnya. Anda tidak tahu pasti soal itu sampai orang mulai mengcopynya.
Saya tidak begitu bagus dalam membuat kursi. Saya lebih banyak membuat meja. Saya tidak mendesainnya secara khusus, tapi hanya berusaha agar industri ini tetap beroperasi dengan ide-ide baru. Saya tidak bisa terpaku hanya pada soal desain, karena banyak hal lain yang membuat saya tetap sibuk.
WoodMag: Berapa banyak waktu anda dihabiskan untuk mendesain?
Egbert Pos: Secara kasar hanya sekitar 10% waktu saya untuk mendesain. Banyak hal yang membuat saya cukup sibuk. Apalagi tahun ini disibukan dampak krisis ekonomi di Eropa dan pelemahan eurodollar. Sangat sulit. Semua problem dan improvement harus lewat persetujuan satu orang. Saya juga medesain langsung di lantai kerja, jika ada orang yang berbuat sesuatu yang tidak pernah dilakukan sehingga perlu segera diubah. Itu termasuk kerja desainer. Being created with work, dan how you work. Jadi sulit mengatakan seberapa besar porsi kerja desain saya. Menggunakan logika dalam memecahkan masalah juga bagian kerja desain. The willingness to make mistake. The willingness to go wrong or to do the things wrong. Saya tidak bisa menghapusnya, dan berpikir bagaimana bisa melakukan sesuatu begitu salahnya lantas mengkoreksinya. Termasuk bagaimana membuat sebuah produk dihasilkan dari lini produksi. Bukan sekedar menggambarnya dan berfungsi selayaknya sebuah kursi. Bukan hanya membuat sebuah kursi terlihat nice.
WoodMag: Lantas bagaimana dengan prosesnya....
Egbert Pos: Proses yang melibatkan semua bagian dalam pabrik ini bekerja sama dalam menghasilkan sesuatu produk. Tak ada insitiaf untuk improve thing by themself, jadi someone has to do it. Sama dengan mebel. Tidak bisa benda itu improve by itself, sehingga harus ada seseorang melakukannya.
Bukan hanya kerja dalam mendesain sesuatu produk itu penting, tapi setelah itu juga berpengaruh besar terhadap hasil akhirnya. Jika finishingnya tidak bisa menampilkan hasil akhir seperti yang diharapkan maka kerja desain tidak akan me-nyuguhkan hasil yang bagus. Untuk itu harus diimprove finishingnya. All comes together.
Jika anda menjumpai kekurangan dalam sebuah proses produksi untuk sebuah desain baru, maka harus diimprove lagi, lagi, dan lagi. Yang sulit adalah menjelaskan pada tim ide yang ada dan tersembunyi dalam benak, seperti apa seharusnya dan idealnya bentuk akhir sebuah produk mulai dari hanya berbentuk sepotong kayu.
Desainer harus berpikir lebih luas karena ini menyangkut kayu, sehingga sudah terpikirkan adanya solusi teknis untuk problem yang mungkin timbul. Jika tidak desainer hanya bertugas menggambar. Ia menyerahkan sepenuhnya realisasinya pada bagian produksi. Dia pikir jika ada masalah dalam memproduksinya, maka itu urusan mereka. Bukan urusan saya. Itu tidak fair. Itu bukan kerja desain karena hanya melakukan sebagian dari kerjanya. Mereka tidak menghasilkan desain produk yang nice, jika tidak memperhitungkan kesulitan dalam mewujudkannya dalam bentuk akhirnya.
Desain merupakan master of the future problem. Saya tidak akan membuat sesuatu yang nice jika tidak bisa memecahkan masalah yang timbul kemudian. Jika tidak bisa memecahkan masalah yang anda ciptakan, maka itu akan kembali lagi ke anda.
Jika anda tidak mendesainnya secara komplet itu yang akan terjadi. Desain yang komplet dan baik seharusnya bisa dijual. Anda tidak membuatnya untuk mengikuti sebuah kompetisi. Anda membuatnya untuk dimiliki dan dipakai seperti di living room atau hotel. Tidak hanya terlihat bagus dan menjual. Desain yang bagus harus bisa menghidupi pabrikannya. Jika tidak maka desain hanya berdampak bagus pada desainernya, tapi tidak pada pabrikannya.
Desainer dan produksi harus bekerja sama untuk menghasilkan produk yang bagus dan menjual. Minimum terbangun kesepahaman tentang kemungkinan memproduksinya atau tidak. Jika tidak maka dibutuhkan perubahan desain menurut reality of possibility.
WoodMag: Desainer demand perfectness tapi perusahaan bergerak sesuai hukum ekonomi yang menekankan efisiensi dan produktivitas. Bagaimana mengkompromikan keduanya?
Egbert Pos: Kerja sama antara keduanya untuk mencari solusi, dan memang seharusnya begitu menurut posibility. Itu akan menghasilkan produk akhir tetap looks good sekalipun tidak right. Produksi akan selalu mengatakan kemungkinan apa yang terjadi, dan tidak menyembunyikan sesuatu. Mendasarkan pada reality of posibility. Selalu ada batas dalam penggunaan sebuah material. Anda harus berpikir kemungkinan berkarat jika menggunakan komponen metal atau besi. Selalu ada yang baru jika mau mendevelop sebuah produk. Basicly anda harus kembali mendiskusikannya lebih detil, tentang yang bisa dilakukan atau tidak dengan material yang akan digunakan. Juga yang bisa dilakukan atau tidak dalam produksi. Juga kemungkinan untuk fix to reality.
Jika banyak kesulitan dalam memproduksinya, sebenarnya ada peluang memproteksinya dari copy-mengcopy sejak awal. Ini karena tidak mudah ditiru. Itu cara termudah memproteksi desainnya. Jika saya mendesain sesuatu maka sejak awal sadar adanya kemungkinan untuk dicopy pihak lain. Good design sells well. Hingga saat ini saya belum menemukan cara terbaik dalam memecahkannya.
WoodMag: Lantas bagaimana meng-koordinasikannya?
Egbert Pos: Harus ada kerja sama yang baik antara desainer dan produksi. Sebelum mempresentasikan desainnya, seorang desainer harus bisa memproyeksikannya ke dalam realita. Barulah itu akan jadi desain yang lebih baik. Kalau hanya di atas kertas sangat mudah, tapi sebelum bisa diwujudkan produk akhirnya dan keluar dari pabrik atau workshop maka belum bisa dibilang desain atau tidak. Desain juga harus menjual. Kalau hanya menjual satu piece, ok bukan problem. Tapi itu tidak bisa disebut mebel. Itu piece of art atau patung karena hanya single thing. Jadi definitely marketable.
Sangat aneh jika desainer tidak bisa bekerja sama dengan produksi dalam mewujudkan desain yang merupakan karyanya. Bahkan dia sendiri tidak bisa mewujudkannya. Designer has to think about people who can produce it. Ketimbang memberikan solusi, justru memberi problem tambahan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar