Sendiri. Terpisah dari orang lain. apa yang kita rasakan? Apa maknanya kesendirian bagi hidup kita? Kata Collete (1966), seorang penulis perancis, kesendirian bisa menjadi seperti anggur yang memabukan, ia bisa menjadi jamu pahit yang menyehatkan, tetapi di lain saat ia bisa menjadi racun yang akan membuat kita membenturkan-benturkan kepala di tembok.
Yah, kesendirian sendiri sebenarnya sesuatu yang netral. Kitalah yang memaknai dan memberi kualitas pada kesendirian itu menjadi apa dan dalam level seberapa. Suatu saat, kesendirian dapat berubah menjadi remang malam yang membuang kita di sebuah pulau tanpa penghuni, sehingga tiba-tiba kita diserang kesepian tanpa ampun.
Namun, di lain saat, ketika persinggungan kita dengan orang-orang sekitar kita sudah mencapai batas klimaks, dari segi kuantitas maupun kualitas; kita bosan harus mengurusi hidup orang lain; kita terlalu sibuk dengan pekerjaan, dengan beragam berita dan kejadian; tak sempat memikirkan hidup kita sendiri, maka kesendirian akan menjadi seperti jamu yang akan melunturkan berbagai macam beban batin itu.
Namun, kesendirian yang panjang, menjadi terbuang atau dibuang oleh orang sekitar dalam rentang waktu yang begitu panjang, akan mengubah kesendirian itu menjadi racun yang membunuh. Manusia benar-benar makhluk sosial, seperti juga burung-burung, kelelawar, gajah, atau binatang lain. Butuh hidup bersama lebih dari sekedar untuk melindungi diri dari ancaman predator, tetapi kebersamaan orang lain merupakan bagian kebutuhan psikologis yang tidak bisa untuk tidak dipenuhi.
Ruap kesepian karena keterpisahan dari orang akan menjadi semacam uap air yang akan mengikis ketegaran dan kekuatan hati kita menyongsong hidup, seperti karat pada besi, seperti air yang melapukkan kayu. Kata teman saya, kesepian itu bisa membunuh. Mungkin benar apa yang dia katakan. Kesepian bisa melenyapkan hidup seseorang, setidaknya kehidupan dimaknai sebagai gairah kesenangan, kenyamanan, dan kebahagiaan.
Dan kesendirian adalah sahabat karib kesepian. Setidaknya kita sulit untuk menampik fakta itu. Sehingga karenanya, mengenaskan sekali nasib hidup mereka orang-orang yang terperangkap dalam kesendirian, terpisah dari orang lain, tidak punya teman. Entah kesendirian itu dia pilih dengan suka rela atau terpaksa.
Meski banyak orang besar lahir dari rahim kesendirian, seperti Muhhammad yang menjadi nabi setelah mengasing di sebuah gua, Mahatma Gandi, Dalai Lama, dan sekian pertapa yang lain juga mengalami proses serupa. Tetapi, kesendirian tetap merupakan sebuah sembilu yang menyayat. Membuat sakit yang sulit diungkapkan dalam bahasa lmanusia. Tatapi rasanya begitu dalam dan kelam.
Saya tidak menasihatkan apapun kepada anda dan diri saya sendiri untuk terus mengakrabi kesendirian itu, atau anda perlu lari daripadanya. Saya hanya mempunyai pendapat, bahwa kita perlu menjalani semuanya lebih dari sekedar menjalani, tetapi kita perlu mengolah apa yang telah kita dapat dari hidup. Mengunyahnya dalam pikiran, mencerna dalam rasa, sehingga kita mendapatkan saripati makna darinya sehingga ia bisa kita alirkan dalam darah jiwa batin kita lewat pembuluh-pembuluhnya .
Pada suatu sore yang sepi di perpus Psikologi, 14/07/2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar